Sebagaimana disebutkan oleh berbagai kalangan bahwa kaum Ahli Tasauf dan pengikut paham Zanadiq telah membuat berbagai hal yang bersifat berlebihan terhadap Nabi Shallahu ‘alaihi wa salam yang dengan jelas bertentangan dengan akidah dan pemahaman kaum muslimin Salaf .Dalam berbagai kitab mereka terdapat kalangan yang meletakkan dan menjunjung Nabi Shallahu ‘alaihi wa salam begitu menyimpang dari tuntunan agama (syara’) dan dengan begitu merasa tidak mempunyai pertikaian dan permasalahan apa pun dengan penyimpangan tersebut .Tentunya sikap ini tidak sepetutnya terjadi pada umat ini yang merupakan sebaik – baiknya hamba Allah .
Dalam risalah ini kami akan menjelaskan berbagai sikap yang sesungguhnya terhadap Muhammad dan Ahli Bait serta para shalihin dan bagaimana menghindari berbagai penyakitan dari kesalahpahaman yang sangat menyesatkan dan menyimpangkan aqidah dan pemikiran dan manhaj yang telah diakui oleh kalangan kaum muslimin .Sehingga dalam kajian dan pemahaman kaum muslimin ketataan terhadap Nabi dan juga para pemimpin Salaf merupakan sebuah keharusan dalam mengikuti petunjuk beliau dalam memerikan pemegahan dan pujiaan terhadap pribadi siapa pun dalam umat ini dalam konteks “Wala’” ,Mutawakkaliyah ,Isti’adhim” dan masih banyak yang lainnya.
‘AQAID AHLUS SUNNAH FI TA’LIQ
WIJHATUN MUHAMMAD
Berikut beberapa sikap yang ditujukan oleh para Salafush Shalih dalam memuliakan dan memberikan pennyanjungan terhadap Nabi saw dan para sahabat dan Shalafus Shalih .
1) Mengikuti Sunnah Nabi dan Millah Beliau secara sungguh – sungguh .Dalam hal ini jelas bahwa Nabi SHallahu’alahi wa salam mengatakan bahwa ,”maka berpeganggalah kepada sunnahku dan kepada sunnah Khulafaur Rasyidah yang diberi bimbingan [1].”Hal ini tiada lain sebagaimana yang diuraikan oleh Syaikh Ibn Rajab Al Hambali bahwa :”Kaum Salaf menggolongkan As Sunnah (saw) sebagai bagian dari I’tiqad (‘aqidah) sehingga membahayakan bagi yang meninggalkannya.”Mengenai permasalahan ini jelas bahwa tidak ada pendapat (petunjuk) dan bimbingan yang lebih baik dibandingkan dengan Nabi Saw dan beliau merupakan pemegang panji kebenaran dan punjian yang begitu dahsyat dan bahkan tidak terdapat kebaikan bagi seorang pun kecuali dalam mengikuti petunjuk beliau .Hal ini bukan disebabkan bahwa dalam perkara diniyah kita mengikutinya akan tetapi juga dalam perkara – perkara yang terletak pada juruprudensial seperti dalam bidang kenegaraan ,hudud ,perdagangan dan berbagai aspek lainnya .Sehingga beliau memperingatkan kita untuk tidak mengikuti apaham dan ajaran atau pun pemikiran yang dibuat dan didasarkan pada pemahaman manusia yang tidak I’tisham sebagaimana yang terjadi di kalangan mutawafsufi dan ahli Falsaf dan pengikut ideologi tertentu yang dengan begitu mudahnya meninggalkan manhaj Nabi dan bahkan melempar seluruh ajaran dan petunjuk sekalipun mereka menyadari bahwa hal ini tidak haq.
2) Selanjutnya adalah memberikan shalawat dan pujian kepada beliau sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al Quran ,” Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”[2]Sejumlah ulama mengatakan bahwa shalawat bukan hanya ditujukan sebagai loyalita akan tetapi merupakan adab yang menunjukkan penghargaan dan pemegahan atas pribadi beliau .Bahkan dalam sebuah hadits dikemukakan ,” Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah keluar membuang hajat (air besar). Beliau tidak mendapatkan seseorang yang mengikutinya (membawakan air), lantas Umar ke luar mengikuti Nabi dengan membawa timba atau alat untuk bersuci, lalu dia mendapati beliau sedang sujud di tempat gembalaan kemudian dia menyingkir lalu duduk di belakangnya, sehingga Nabi mengangkat kepalanya seraya berkata, 'Bagus engkau wahai Umar!, tatkala kamu mendapati saya sedang sujud lalu kamu menyingkir dari saya. Sesungguhnya Jibril telah mendatangi saya lalu berkata, "Barang siapa yang membaca shalawat kepadamu satu kali, maka Allah menyampaikan shalawat kepadanya sepuluh kali, dan Allah mengangkat baginya sepuluh derajat.'"[3]
3) Tidak melakukan berbagai hal yang melampau (ghuluw) dalam memuji dan memberikan pengagungan terhadap beliau .Disebutkan dalam sebuah hadits ,”Janganlah engkau memujiku sebagaimana kaum Nashrani memuji Isa putra Maria .”Terdapat pemahaman di kalangan kaum Salaf bahwa kita tidak diperkenankan untuk memberikan pujian kepada para Nabi Shalawallahu ‘alaihi wa salam selain dengan cara yang telah ditetapkan bahwa kita memberkati mereka dan menjauhi segala jenis penghinaan sebagaimana yang dipraktekkan oleh sebagian kaum Zanadiqah seperti kaum Jahmiyah dan pengikut Qaramatiyah .Kita juga percaya bahwa Muhammad merupakan utusan Allah yang mulia dan telah dianugerahkan segala keberkatan dan pujian yang layak kepadanya .Namun kita tidak pernah menganggapnya melampaui kedudukanya sebagai manusia biasa yang sekalipun I’tisham (terjaga) dari kesalahan namun bukan berarti beliau dapat luput dari kemanusiaannya .Kita menganggap beliau sebagai insan a’dhim dari segi siyar dan juga menganggapnya mempunyai syakhsiyah (person) yang sangat mulia .Namun hal ini tidaklah menyebabkan secara kemanusiaan (basyar) beliau mempunyai badan yang berbeda denga kita .Bahwa beliau merupakan manusia yang melalui proses yang alamiah secara parthegenoses dan juga beliau melewati masa – masa tertentu dalam kehidupannya sebagaimana manusia lainnya .Akan tetapi Nabi saw mempunyai beragam kemuliaan yang dapat diketahui dari kejiwaan dan kerahiman yang ditujukannya kepada para pengikutnya dan juga para penentangnya .
4) Bahwa kita tidak diperkenankan untuk meninggikan suara di atas suara beliau .Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ,” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.[4]”Dalam hal ini bahwa yang dimaksud dengan meninggikan suara (mengeraskan) bukan hanya ketika para sahabat berbicara kepada Nabi saw ketika beliau masih hidup akan tetapi setelah kewafatan dirinya .Perlu dipahami meninggikan suara terhadap beliau dapat juga berarti menghinakan beliau dengan mengangkat pendapat orang selain beliau dalam mengemukakan ajaran (millah) dalam beragama .Sebagaimana diketahui bahwa Sufyat Ats Tsauri telah memperingatkan untuk tidak mengangkat pendapat (mendahulukan) pemikiran seorang pun melewati Sunnah Nabi .Hal ini sangat dipentingkan oleh kalangan Salaf bahwa pendapat terbaik berupa petunjuk yang tidak boleh diselisihi hanyalah yang dikemukakan oleh Nabi saw .Sehingga dalam hal ini merupakan keharusan bagi kaum muslimin untuk memberikan penghormata kepada beliau dan tafwidh tanpa menyimpangkan atau mengajukan pemahaman yang menentang beliau.
5) Bahwa kita diharuskan memuliakan para sahabat radhiyallahu’anhum dan siapa pun di kalangan mereka dengan pujian dan pemuliaan .Bahwa kita memohon kepadaa Allah untuk memberikan keberkatan dan pahala sebesar – besarnya dan mendiamkan diri terhadap perselisihan yang diakibatkan oleh pengambilan keputusan tertentu .Bahwa kita tidak menghinakan mereka disebabkan oleh kesalahan mereka sebagaimana yang telah dilakukakan oleh kaum Muktaziliyin dan Syi’i .Kita juga berpendapat mereka merupakan manusia yang tertinggi martabatnya di kalangan umat Muhammad dan juga orang yang paling berjasa terhadap kalangan aum muslimin ketika mereka berjanji setia untuk memberikan pembelaan .Selain itu juga disebutkan dalam hadits shahih ,” Janganlah kamu mencaci-maki sahabat-sahabatku. Kalau ada orang yang menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, tidak akan mencapai satu cupak[1] atau separonya dari yang telah mereka infakkan.”[5]
6) Selain itu kita juga diharuskan untuk memuliakan Ahli Bait dan para Dzawil Qurba dengan memenuhi penghirmatan kepada mereka dengan wala’ dan juga penghormatan dan pemulian sebagaimana yang seharusnya .Selain itu juga kita diharuskan memberikan apa yang menjadi kewajiban kita terhadap mereka dan menjaga mereka sebagai amanat Nabi saw .Dengan demikian jelas bahwa hal ini merupakan sesuatu yang patut dilaksanakan sebagaimana yang telah disabdakan oleh Muhammad shalatu wa salamu ‘alaih ,”Kuingatkan kalian akan (kewajiban terhadap) ahli baitku.”.Dengan demikian kta dilarang untuk menyelisihi dan juga berbohong dan merendahkan martabat mereka (nawashib) dan menjauhi sekaligus menentang upaya apa pun dari kalangan musuh mereka sekalipun dalam hal tersulit ketika menghadapi berbagai permasalahan (ikhtilaf) dan juga penyimpangan dan fitnah di kaangan umat ini .
Demikianlah yang menjadi pemikiran juga cara para Salaf dalam memuliakan dan memberikan penghormatan kepada Nabi saw dan menjauhi penyimpangan dari kalangan tidak berakal .Bahwa dalam memuliakan beliau kita menyelishi kalangan yang ifrath(belebihan) dan tafrith(menghina) derajat beliau saw .Sehingga kita mengetahui dan memahami bahwa beliau merupakan manusia yang tertinggi dalam ketaatannya dan juga utusan dan kekasih Allah ,pemilik paji washilah dan keutamaan serta pemegang segala keberkahan dan rahmat yang diberikan untuk dirinya .Akan tetapi beliau tetaplah hanya manusia biasa yang juga berkehidupan layaknya manusia lainnya dan juga beliau juga memperoleh kerahmatan serta keberkahan dari Allah ta’ala dan oleh sebab itu kita melihat kemanusiaan beliau sebagai aspek dari kewajarannya .Akan tetapi kita mengakui bahwa beliau merupakan sebaik manusia yang menjadi pedoman bagi manusia .Barangsiapa yang mencintai beliau maka merupakan kewajiban dan kesungguhan untuk mengikuti millah dan agama beliau secara menyeluruh dan menjauhi berbagai bid’ah (penyimpangan) dalam beragama.
PENYIMPANGAN PARA AHLI TASAUF DALAM
MENETAPKAN KEMULIAAN DAN KETINGGIAN
Sebagaimana diketahui bahwa kalangan Ahli tasauf telah melakukan berbagai penyimpangan dan bid;ah yang berakibat pada kesesatan yang sangat berbahaya di kalangan mereka dalam memberikan pemuliaan dan penyanjungan terhadap Nabi saw .Sejumlah kelompok di kalangan mereka bahwkan menetapkan sifat Ar Rububiyah kepada beliau yang sebenarnya bukan merupakan apa yang menjadi ketinggian dan pemuliaan terhadap beliau .Hal ini menyebabkan setiap orang yang mempunyai kewarasan dan ingin untuk memperoleh petunjuk untuk menghindari berbagai bid;ah dan khurafat yang tidak layak dimaksudkan kepadanya .
(1) Kalangan Ahli Tasauf menetapkan Nabi shallahu ‘alaih wa salam sebagai bahan dasar atau pun akal pembentuk dari seluruh bagian dunia .Hal ini sebagaimana yang diuraikan dalam kitab Fikrus Suffiyah ,”bahwa awal dari segala yang dihasilkan itu adalah akal pertama (kreation)” dalam ajaran ini mereka mengungkapkannya dalam konteks Hakikat Muhammadiyah .Dalam pemahaman mereka bahwa dari pribadi Muhammad saw segala sesuatu dihasilkan dan dibentuk .Sehingga menurut kalangan mereka dalam cahaya Muhammadlah semua hal terbentuk dan hanya dengandirinya segala kemuliaan langit dan bumi dihasilkan .[6]Pendapatnya ini ditantang oleh Imam Al Ghazali dengan menegaskan bahwa Allah lah sebenarnya yang menghasilkan dan menurunkan segala bentuk kreasionism dan menghiasi dunia dengan pancaran wajahnya .Hal ini diungkapkan dengan tegas ,” Oleh yang demikian, cahaya hakiki ialah Dia yang menjadikan makhluk dan mentadbir mereka itu. Dia yang memberi cahaya dan menahan cahaya. Tidak ada sekutu baginya. Cahaya itu Dia punya. Yang lain tidak berhak campur tangan dalam urusanNya. Kecuali ada juga Dia menggelar yang dijadikan itu "cahaya" semata-mata kerana ia menghendaki supaya dipanggil demikian. Ibarat tuan yang hendak memberi hanya satu hadiah, dan diberinya hamba itu nama "tuan". Apabila hamba itu menyedari hakikat ini, dia pun tahulah bahawa dirinya itu dan kepunyaannya itu adalah hak tuannya, bukan hak dirinya. Allah itulah tuan yang mempunyai sekelian Alam, dan tidak ada apa dan siapa pun yang bersyarikat dengan Dia.”.
(2) Mereka menetapkan bahwa Muhammad Saw telah bersanding dengan pribadi Allah Ta’ala di kedudukan ‘Arasy yang diagungkan .Mengenai permasalahan ini Al Hallaj dan Jalaluddin Rumi mengatakan bahwa Allah ta’ala telah menjelma menjadi Muhammad saw dan menampakkan seluruh kebesaran dan kemuliaannya terhadap beliau dalam rupa sebagai seorang hamba atau dalam pemahaman mereka ,”La wujudin illah” Hal ini jelas menyelishi pendapat kaum muslimin bahwa hanyalah Allah ta;ala saja yang merupakan pengenggam dan pemilik dari segala yang telah dihasilkannya termasuk dalam ‘Istiwanya di atas ‘Arsy .Hal ini sebagaimana yang diuraikan oleh Abul Hasan Al Asy’ari dalam kitabnya ,”Semua pemahaman ini menunjukkan bahwa Allah tidak beristiwa’ di dalam makhluknya ,Akan tetapi Allah beristiwa’ di atas ‘Arsy .Pemberian sifat sebagaimana yang kemukakan itu tidak mempunyai dasar kebenaran dan mereka tidak dapat memberikan penjelasan dan argumen yang kuat dalam masalah (tauhid) ini yang telah dilayangkan disebabkan mereka hanya mengandalkan penafsiran yang menyimpang (dari ketetapan) .”[7]
(3) Selan itu mereka juga mengatakan bahwa Allah tidak menjadikan dunia ini selain disebabkan oleh Allag ta’ala .Perlu diketahui bahwa perkataan ini didasarkan pada kebatilan yang sengat berbahaya sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Jauzi dalam Al Muadhu’ah :”Hadits ini palsu sebagaimana tidak dipertentangkan [8].”Hal ini juga ditentang keras oleh para ulama sebab hal ini berarti dalam proses penciptaan tersebut Allah tegantung kepada sebuah tujuan daripada kehambaan seseorang .Padahal Allah dengan jelas telah menjadikan dunia sebagai sebuah entitas “peribadatan” .
(4) Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh Al Haddad seorang mutawafsufiyah yang mengatakan sebuah pengagungan yang berbahaya kepada Rasul Allah ,”Sesungguhnya jasad ini tidak kosong dari beliau zaman ,makan,lokasi mau pun posisi ,seperti ‘Arsy ,Kursi serta selain keduanya .Oleh kejadian itu dipenuhi oleh Nabi saw hingga bumi terendah .Ia laksana penuhnya pemakaman Nabi saw.Dengan itu kami mendapati bahwa Nabi saw menempati di mana – mana saja untuk menunaikan hikmat .namun bagi mereka yang meliahat Nabi saw baik dalam keadaan sadar atau pun tidur maka dia akan melihatnya dalam suatu waktu tertentu dalam posisi yang sangat jauh [9].”Pendapat yang sangat menyimpang tersebut dengan tegas dibantah oleh As Sahim ,”Hai barangsiapa berpegang pada pendapat si penyeleweng serta golongan menyesatkan ini .Sebenarnya justru mereka telah menghujat Nabi saw dengan membesarkan penghujatan serta merendahkan beliau dengan sepenuhnya hinaan .Sebenarnya mereka melakukan hal yang disangka bahwa mereka mengagungkannya .Sikap berlebihan ini justru dengan dakwaan mereka bahwa jasad Nabi saw tidak menghilang di zaman ,tempat dan sebagainya .Sebenarnya musuh Allah ini tidak menjaga Nabi saw dari kekotoran .Seandainya benar permasalahan ini ,maka bagaimana dengan perut hewab seperti anjing dan khinzir (babi) ? Selain itu perkataan mereka bahwa jasadnya berada di ‘Arasy adalah hal yang tidak mungkin dari sudut kejadian serta riwayat yang shahih.”[10]
(5) Muhammad ‘Atha’ Al Kassam yang menunjukkan pada pendapat yang menyimpag pula menetapkan bahwa ,”Beliau merupakan Quthub Al Aqthan yang dapat menarik manusia seluruhnya .Ia merangkumi para Nabi ,Wali serta selainnya dari yang pertama hingga yang terakhir .Ketahuilah ,hakikatnya beliau terdapat sebelumnya walau pun dalam keadaan ghaib[11].”Dengan jelas penyelewengan pendapat ini dibantah dengan tegas oleh Al Qasimi dalam sebuah kesempatan ,”Secara menyeluruh I’tiqaad yang batil dan merusak ini merupakan pegangan golongan Syi’ah terhadap Nabi saw dan para Nabi lainnya .Kelompok ini menganggap tidak seorang pun di kalangan para Nabi yang dikhususkan terpelihara dari melakukan kesalahan .Selain itu tidak seorang pun di kalangan para Nabi dikhususkan menerima wahyu serta turunnya malaikat kepada kelompok ini .Justru mereka mendakwa para imam Syi’ah ber’itisham dan memperoleh pengilhaman .Wallahu ‘alam
Demikianlah sebagian dari penyimpangan kaum sesat dalam menyikapi kedudukan Nabi saw dan bagaiamana ketidakpahaman mereka telah menyebabkan penyimpangan dalam berbagai hal dan sangat berbahaya terhadap ummat .Tidak pantas bagi kaum muslimin dalam memuliakan dan menghargai seseornag selain harus mengikuti petunjuk yang telah disebutkan dan menjauhi berbagai penyimpangan yang sebenarnya telah dipraktekkan kalangan Mutawafsufiyah yang jelas sangat menyesatkan dan menentang kebenaran .Dalam hal ini jelas bahwa sebenarnya petunjuk adalah yang berasal dari Allah dan utusannya dan seburuk perkara merupakan perkara yang dibuat didasarkan pada asumsi dan pemahaman manusia yang tidak terbimbing pada kebenaran .Sehingga demikianlah perkara bid’ah yang berbahaya dan tidak memberikan kebaian dalam hal apa pun dan menjauhkan manusia dari kebenaran yang telah diberikan .Allahu Mu’awakil
[1] Shahih Taghrib pp.149
[2] Al Ahzab : 56
[3] Shaih Adab Al Mufrad No.265
[4] Quran ,Al Hujurat : 2
[5] 1100 Hadits Pilihan Bab “Larangan Mencaci Sahabat” No.1
[6] Fikrus Sufiyah pp.178
[7] Al Ibanah pp.57
[8] Al Maudhu’ah 1/289
[9]Misbah Az Zullam pp.29 Ta’sisut Taqdis pp.8
[10] Ta’sisut Taqdis pp.8
[11] Aqwal Al Mardhiyah pp.18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar