Sebagaimana diketahui bahwa pemahaman para cendikiawan dan teolog dari kalangan Ahlus Sunnah telah menetapkan kedudukan pengkajian Quran dalam sistem yang dikenal sebagai transmisi isnad dan ta’liq .Tetapi dalam kondisi sedemikian Islam telah menjadikan Quran mermpunyai sedikitnya dua jalur testimony terhadap keotentikannya yaitu menurut apa yang telah digariskan dalam “sistem oral” dan “penulisan tekstual “.Sebagaimana yang dipahami bahwa validitas bahan yang ditentukan oleh kedua sumber di atas dipandang bahkan oleh William Muir telah menjadikannya sebagai landasan pemeliharaan .Akan tetapi sangat memprihatinkan bahwa banyak di antara para cendikiawan muslim sendiri dan sejumlah penginjil dan tokoh – tokoh cendikiawan dari Barat dengan penuh keberanian terusa menggugatseluruh keotentikan Quran dan berusaha menluluhlantakkan semua kedudukannya sebagai “Firman” dan menunjukkan bahwa Quran tiada lain merupakan hasil pekerjaan dari Muhammad atau pun proses yang secara tradisional dari gagasan yang terdapat di sekitarnya dan bahkan beberapa menuduh telah terjadinya penyimpangan resensi di tangan kodifikasi .Akan tetapi mereka semua telah membuang seluruh kriteria validitas dan membuang semua teknik dalam bidang pengkajian literatur yang merupakan sebuah cara yang paling akademis demi mencapai hasrat mereka yang begitu tinggi untuk melenyapkan kitab Allah ini dari penjuru dunia .Akan tetapi mereka sebenarnya begitu mengherankan dan bagaimana seluruh usaha tersebut telah menjadi dongengan yang begitu mengerikan di mana semua pemikiran yang mereka lontarkan bahkan semakin memperlihatkan kejelasan permusuhan .Dalam banyak hal bahwa usaha akademis mereka untuk meluluhkan Quran hanya akan menambah kesalahan pahaman dan kesenjangan teologis yang begitu kaca .
QURANIC INTEGRITY of Predoctrine and Protonema
Sejumlah pakar yang mencoba menyerang QUran dari kalangan – kalangan penganut teoretikal intergrity seperti Abu Zayd ,Faraq Faouda dan Luthfi Asyaukani yang dalam literaturnya “MERENUNGKAN SEJARAH QURAN” berusaha untuk menyerang secara begitu manis akan pemahaman kaum muslimin mengenai Quran dan mengesankan bahwa seakan – akan proses dalam meresensi hingga kodifikasi mempunyai kelemahan dan oleh sebab itu tentunya pantas untuk meragukan keotentikannya dan pantas untuk menjadikannya sebagai sebuah bahan yang patut untuk mengalami berbagai macam degradasi dan merupakan hal yang diperkenankan untuk meninjau seluruh proses dalam pengumpulannya .Dalam hal ini seakan – akan dia berusaha menunjukkan bahwa dalam proses pengumpulan Quran yang diselidiki secara semangat kecendikiawanan sedikit pun tidak akan menggoyahkan pemikiran dan gagasan kaum muslimin .Namun perlu diketahui hal ini hanyalah tipuan belaka dalam upaya menjadikan syubhat dan prasangka sekaligus sebagai protonema (anthema) terhadap keaslian Quran .Seakan – akan yang diharapkan bahwa kaum muslimin dapat menempatkan sikap “klergy” dan “akademis” secara berbeda .Hal ini berarti dengan mudah adalah menyeret seseorang untuk menjadi pemikir yang secara umum menganut paham “ ‘khuluqul mushaf’ yang dianut oleh kalangan paham Muktazilah dan Haikaliyah .Secara umum kaum penganut Mutakallimin sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn Hazam dalam Al Fishal Al Milal wan Nihal menganggap sepenuhnya Al QUran merupakan makhluk dan sedikit pun tidak terdapat karakter teologis di dalamnya oleh sebab itu mereka menganut pemikiran I’lam al asyraf .Akan tetapi kaum kaum Maturidiyah dan para Jahmi dari kalangan mutakallimin seperti aliran Sammaniyah mengatakan bahwa Quran bersifat khuluqiyah dan secara hakikat yaitu kalam Allah tidakla termasuk dalam katagori sebagai Alkitab .Sehingga dengan demikian Quran secara huruf dan suara atau pun yang dimaktubkan tidak dapat disebut sebagai perkataan Allah .Akan tetapi gagasan ini tentunya bertentangan dengan kaum Ahlus Sunnah yang dengas tegas mengatakan bahwa Quran tidak diragukan baik secara hakikat mau pun yang terdapat dalam berbagai lembaran merupakan perkataan dan firman yang bersifat teologis .Selain itu anggapan kaum muslimin bahwa Quran yang saat ini kita baca merupakan sebuah literatur yang tidak berbeda dengan apa yang telah difirmankan dan dibacakan oleh kaum muslimin di periode tiga pertama sama sekali tidak diragukan .Hal ini sebagaimana yang diuraikan oleh Bassant K.M. ,” Maka tak ada kesempatan bagi setiap orang yang mau merubah atau penipu yang berpura-pura saleh dalam al-Quran, yang membedakannya dari nyaris semua karya agama lain dari zaman kuno.Adalah sungguh aneh bahwa pribadi yang buta-huruf ini bisa menyusun kitab yang terbaik dalam bahasa.” dan tidak terdapat keraguan apa pun bagikaum muslimin secara “klerg” mau pun dalam pendekatan yang bersifat “teknis dalam memahami bagaimana literatur Quran dapat tetap mempunyai tingkat keaslian .
Sebagaimana diketahui bahwa menurut Asyaukani bahwa Quran yang saat ini kita punyai merupakan hasil cetakan Mesir yang berusia tidak lebih 72 tahun .Dalam permasalahan ini terkesan bahwa dia berusaha untuk menyudutkan pemikiran kaum muslimin dan membuat mereka kecut bahwa QUran yang mereka pergunakan saat ini masih berusia begitu muda atau kemarin sore .Tetapi siapa pun tahu bahwa percetakan Mesir pada saat itu hanya pertanda atau pun event percetakan QUran pertama di periode modern namun mengikuti text kodifikasi atau orthografis yang telah disetujui dan bukan sebuah cetakan baru hasil dari apparatus atau pun perbaikan manuskrip sebagaimana yang dikerjakan oleh para orientalis di Barat .
Akan tetapi menurut dia bahwa sebelumnya penulisan tangan dari Quran sebelumnya tidak mempunyai kesamaan struktur (rasam) dan juga orthografis ang bervariasi .Sekali lagi ini merupakan kedustaan yang paling parah dan menjengkelkean .Sebagaimana yang diketahui bahwa khat yang umum dipergunakan sejak periode Khilafah Utsmaniyah telah distandarisasikan dan demikian pula orthografi yang dipergunakan adalah yang telah diakui .Selain itu pemberiaan tanda titik (diakritik) telah distandarisasikan bahkan jauh sebelumnya di masa Khilafah Umayyah .Akan tetapi mungkin perbedaan ini tetap ada dalam beberapa edisi cetakan di beberapa penerbit yang berbeda disebabkan oleh keperluan atau pun style yang umum dipergunakan di beberapa negara Islam .Hal ini tidaklah menyebabkan sejumlah hal tertentu seperti qira’ah dan teks kodifikasi mengalami penyelwengan .Sebaliknya percetakan Quran semuanya di seluruh dunia Islam mengikuti cara penulisan dan pencetakan dari manuskrip Tokopi .
Selanjutnnya tuduhan yang dilemparkan oleh Asy Syaukani bahwa percetakan di Mesir ini dimotori oleh kepentingan – kepentingan tertentu .Ini merupakan argumen yang bersifat klise dan sekaligus menunjukkan kebobrokan pemikiran para tokoh aliran liberal .Sebagaimana diketahui bahwa di kalangan Ahlus Sunnah sejak masa Khilafah Abbasiyah atau bahkan Umayyah sedikit pun tidak mempunyai keraguan terhadap otensitas dari penggunaan textus receptus sehingga seluruh Al QUran yang dicetak sekalipun mempunyai beberapa perbedaan yang tidak superfisial telah mempertahankan penggunaan orthografi dan juga rasam yang sama .Tidak terdapat perselisihan bacaan hingga mengundang pertentangan yang tajam atau pun pertikaian di kalangan umat .Semua percetakan dengan jelas telah mengikuti jenis dari manuskrip dan mushaf ini .Bahkan sleuruh bacaan uran di seluruh dunia baik di timur mau pun barat dari kalangan Ahlus Sunnah bahkan kaum Syi’ah dan Muktazilah membaca teks yang tidak berbeda .Bagaimana hal ini dapat disebut sebagai perselisihan yang dapat merusak perpecahan ummat .
Berikutnya dia menuduh bahwa qiraah saat ini didasarkan pada tiga sistem bacaan terutama seperti QIraat Warsh dari Nafi’,Hafs dari ‘Ashim dan Ad Duri .Perlu diketahui dalam konteks ini bahwa sebenarnya terdapat bagian – bagian Qiraah – qiraah yang berbeda – beda yang berjumlah sekitar tujuh dan diakui oleh Ibn Mujahid mempunyai otensitas .Semuanya berasal dari Madinah ,Makkah ,Damskus dan Bashrah .Perlu diketahui dalam hal ini bahwa ketujuh macamQiraah tersebut itu sepenuhnya mengikuti tekstus receptus dan setiap Qiraah mempnyai kekuatan keshahihan yang tidak diragukan .Berikut beberapa daftar di antara Qiraah tersebut .
Qiraah Madinah ,diriwayatkan oleh Nafi’ dari Yazid Ibn Al Qa’qa’dan Ibn Huermuz dan Muslim Ibn Jundub dan Yazid Ibn Ruman dan Syuhaibn Ibn Nisa’ .Perlu diketahui bahwa QIraah ini diriwayatkan dari Ibn Abbas ,Abu Hurairah ,’Abdullah ibn al Al Makhzumi dan tiga bagian terakhir dari Ibn Ka’ab .
Qiraah Makkah ,diriwayatkan oleh Ibn Katsir Ad Darri melalui ‘Abdullah Ibn Al Makhzumi dari Ibn Ka’ab .Selain itu juga digunakan periwayatan dari Ubay Ibn Ka’ab dan Zaid Ibn Tsabit .
Qiraah Damaskus ,diriwayatkan oleh ‘Abdullah Ibn Amir dari Abu Ad Darda’ dan Al Mughirah Ibn Al Mkhzumi melalui ‘Utsman .
Qiraah Bashrah ,diriwayatkan oleh Zayyan Ibn ‘Amr Al A’laa melalui Mujahid dan Ibn Jubair dan ‘Ikrimah dan Atha’ Ibn Rab’ah dan Muhammad Ibn Muhaysin .Selain itu juga diriwayatkan melalui Yazid Ibn Al Qa’qa’ dan Yazid Ibn Ruman dan Shaybah .Beliau juga meriwayatkan dari Al ‘Assan dan Ibn Ya’mur .
Periwayatan dari Basrah juga melalui Ya’qub Al Hadhrami dari ‘Amr .
Qiraat Qufah ,diriwayatkan oleh ‘Asim Ibn Abi An Najud dari ‘Abdurrahman As Sulami dan Ibn Hubasyah .Abu ‘Abdurrahman meriwayatkan dari ‘Utsman dan Ali bin Abi Thalib dan’Ubay .
Menurut para ulama juga terdapat periwayatan Hamzah Ibn Habib dari Muhammad Ibn Abdurrahman Ibn Layla dan Humran Ibn A’yan dan As Sabi’i dan Mansur Ibn Al Mu’tamir dan Ibn Al Miqsam dan Ja’faar Ibn Muhammad Ibn Abi Thalib .
Juga diriayatkan dari Al A’mash dari Yahya Ibn Muthab dari Alqamah dan Al Aswad dari ‘Ubayd Ibn Al Khuza’i dari ‘Abdurrahman Ibn As Sulami dan Ibn Hubaysah dari Ibn Mas’ud .
Selain itu juga dikenal dari ‘Ali Ibn Hamzah Al Kisa’i dari Hamzah dan ‘Isa Ibn Umar dan Muhammad Ibn ‘abdurrahman Ibn Abi Layla .
Semua bentuk Qiraah yang demikian tidak lain merupakan hasil dari penyandaran orthografi dari mushaf yang telah diketahui secara khusus merupakan bentuk yang memperoleh validitas yang shahih .Tidak terdapat perselisihan dalam tujuh macam qiraah ini yang secara jelas merubah arti dan pemahaman terhadap ayat secara signifikan .Justru sebagaimana yang diuraikan dalam risalah ‘Ulumul Quran Ahmad Von Denfor mengakui bahwa ketujuh Qiraah ini tidak dikategorikan sebagai rasam (cara penulisan) sekalipun nanti memunculkan berbagai teks berlainan .Perbedaan muncul disebabkan dalam pembacaannya yang disesuaikan dengan cara pelafalan yang berbeda akan tetapi sebagaimana harus dipahami bahwa tidak terdapat seorang pun yang akan menentang ketujuh cara pembacaan tersebut .
Selanjutnya beliau mencoba mengajukan resismen historis mengenai mushaf yang dibuat atas persetujuan ‘Utsman akan tetapi bahkan sebelumnya telah terdapat berbagai mushaf yang dipunyai oleh para sahabat seperti Ibn Mas’ud ,’Ubay Ibn Ka’ab .Sebagaimana perlu diketahui dalam hal ini bahwa terdapat semacam halusinasi di kalangan para cendikiawan baik di kalangan Ahlus Sunnah dan Syiah bahwa berbagai mushaf yang didaftarkan di dalam Al Fihrist atau pun Al Itqan ,merupakan bagian yang otentik dari sejumlah mushaf yang dikumpulkan oleh kalangan sahabat dan para salafus Shalih .Namun perlu diketahui sekalipun anda terpingkal – pingkal mencoba mennyertakan hal ini dalam thesis apa pun tentunya akan begitu lemah .Perlu dipahami bahwa tidak satu pun di antara mushaf yang saat ini dikatakan milik para sahabat yang merupakan autograf .Bahkan banyak para pakar menyebutkan terdapat berbagi mushaf yang mengatasnamakan sahabat dan merujuk kepada sejumlah qiraah yang tidak dikenal bahkan terkadang dhaif dan syadz .Perlu dipahami bahwa contoh terbaik dalam hal ini adalah mushaf Ibn Mas’ud yang dikatakan oleh Asy Syaukani mempunyai berbagai perbedaan yang tajam dengan apa yang dimiliki oleh kaum muslimin .Sebagaimana diketahui bahwa Mushaf Ibn Mas’ud sendiri telah diriwayatkan secara terpisah .Sebagaimana diketahui bahwa riwayat pertama diberikan oleh ‘Asim Zirr yang dikatakan tidak memuat surah – surah tertentu yaitu Al Falaq dan An Nas .Selanjutnya hal ini juga dikerjakan oleh Al A’masy ‘Abdurrahman bin Yazid dan Ibn ‘Uyainah dengan alasan bahwa kedua surah tidak termasuk ke dalam firman Allah .Akan tetapi penyelidikan yang paling tajam telah membuktikan bahwa tidak ada alasan untuk menjadikan rujukan terhadap apa yang telah diriwayatkan oleh kedua murid .Dalam berbagai hal bahwa para murid yang lainnya seperti ‘Alqamah dan Sibghani sebagaimana yang telah kita sebutkan termasuk dalam periwayatan autograf mushaf ‘Utsmani .Dalam hal ini bahwa dalam Al Fihrist sendiri terdapat berbagai versi dari mushaf Ibn Mas’ud dan diakui bahwa sejumlah versi yang bahkan terdapat di dalam Al Itqan juga berbeda .Sebagaimana diketahui bahwa dengan demikian kita sendiri tidak dapat menentukan opsi versi dari mushaf yang lebih dekat kepada autograf .Namun yang terpenting dalam hal ini bahwa riwayat sebagian yang mengatakan telah dihapuskannya surah Al Fatihah dan Ma’uwadzahmerupakan hasil bualan semata .Perlu diketahui versi yang menyebutkan kekurangan berasal riwayat yang lemah atau bahkan sangat dangkal dan dikatakan merupakan bagian dari qiraah Ibn Mas’ud .Akan tetapi sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa terdapat kecacatan dalam sebagian riwayat yang terdapat bahkan dalam versi Fihris setidaknya membuktikan bahwa validitas manuskrip sendiri dapat dianggap begitu rendah .Bahkan sebaliknya mayoritas mushaf yang dikumpulkan pada periode kedua dan ketiga hijriyah memuat semua bagian Quran secara utuh .
Selanjutnya tuduhan bahwa Al Fatihah bukan berasal dari Al Quran merupakan sesuatu yang murni spekulatif dalam pemikiran para orientalis .Kebanyakan mereka berpendapat bahwa surah ini hanyalah sebuah “institusi doa’ biasa dan tidak dikategorikan benar – benar bagian dari Quran .Pendapat ini sebagaimana dikemukakan oleh Fakruddin dalam tafsirnya yang mengungkapkan pendapat Abu Bakar Al Assam .Akan tetapi sebagaimana diketahui bagi Fakhrurrazi sendiri pendapat tersebut terlampau dha’if dan hanya sekedar menduga .Sebagai contoh bahwa Quran disebut sebagai Al Asas (landasan skriptural) disebabkan oleh kedudukannya sebagai dasar dari seluruh bagian dari Quran ,juga dalam masalah ini kami sampaikan bahwa di kalangan Ahlus Sunnah setiap bagian dari Al Fatihah adalah represntasi dari seluruh ayat Al Quran dan hal ini telah dibahas oleh Syaikh Ibn Qayim secara panjang lebar dalam Tafsir Al Quran Al Adhim sehingga penolakan ini sendiri sebagaimana yang telah disebutkan hanya didasarkan pada asumsi sebuah mushaf yang secara khusus tidak dapat dipahami mempunyai otensitas yang bagus .
Selain itu tuduhan bahwa Ali tidak memasukkan Surah Al Fatihah juga dibantah telak oleh Arthur Jeffry yang tidak mengakui kedudukan dan keabsahannya .Bahkan kalangan ulama Syiah sendiri mengakui bahwa sejumlah bagian dari mushaf ini telah banyak yang hilang .Bahkan hal ini juga dikaui sendiri oleh kebanyakan di kalangan para ulama Syiah sendiri bahwa bagian yang dijadikan sebagai tujuh volumen ini pada hakikatnya tidak sepenuhnya asli .Sekalipun beberapa bersikeras seperti Syaikh Hamzah bahwa manuskrip ini sebagaimana terdapat dalam Al Fihrist merupakan bagian yang otoratif ditulis oleh Ali .Akan tetapi riwayat yang disebutkan dalam oleh Al Kullaini bahwa bagian dari mushaf yang sebenarnya berbeda dari kalangan Salaf tiga kali lipat .Hal ini menyebabkan bagaimana posisis mushaf Ali sebagai pseudonim dan tidak sedikit pun mencerminkan pemahaman dari kalangan Syiah sendiri yang mengatakan adanya tambahan dari Surah Al Wilayah ,Nurainiyah .
lebih kurang 200 ayat akan tetapi setelah direduksi dalam versi otoratif hanya menyisakan sekitar 35 persen atau tujuh puluh .Sebagaimana diketahui bahwa riwayat yang disandarkan kepada pendapat dan sekaligus kebohongan dari kaum Syiah .Sebagaimana diketahui riwayat ini berasal dari Ibn Abi Maryam dari Ibn Luhai’ah dari Abil Aswad dari ‘Urwah bin Zubair dari ‘Aisyah dan beliau mengungkapkan bahwa “Dahulu kami membaca Surah Al Ahzab sebanyak dua ratus ayat lalu ‘Utsman mengumpulkan dalam mushafnya hanya sebanyak yang diperolehnya .’ Sebagaimana diketahui bahwa riwayat seperti ini banyak dapat anda temukan dalam berbagai buku kaum Syiah seperti Al Anwarun Nughmaniyah ,Bahrul anwar ,Mu’jam Al Mustadrak dan sebagainya .Selain itu dalam Al Itqan bukan hanya ini satu – satunya riwayat yang mengungkapkan tentang permasalahan tersebut .Bahkan diriwayatkan oleh Ismail Ibn Ja;far dari Al Mubarak dari ‘Ashim An Najwad dari Zar Al Hubays ,beliau berkata ;’Ditanyakan kepadaku oleh Abi Ibn Ka’ab ;’Berapa banyakkah ayat dalam surah Al Ahzab.’Aku berkata :’tiga puluh dua atau tiga puluh tiga.’ Perlu dipahami bahwa kesaksian dari ini jauh lebih dari cukup untuk memperlihatkan bahwa referensi mengenai surah Al Hazab dalam manuskrip ‘Ustman sendiri dalam hal ini memang telah memperoleh dukungan .Hal ini terlihat dalam riwayat yang memperlihatkan pendapat sebagian sahabat yang menyetujui jumlah sebagaimana yang kita dapati saat ini .Sedangkan perkataan dalam hadits ini lemah dalam dua aspek yang utama bahwa seakan – akan terkesan ‘Utsman dengan berani telah menghapuskan sebagian besar bagian dari Surah .Kemungkinan besar orang yang dapat kita jadikan tertuduh dalam hal ini adalah Abil Aswad yang dikatakan oleh Mauhmud Az Zaby sebagai seorang penganut tasyayyu’ .Ada pun riwayat lainnya mengenai hal ini terutama bagi kalangan Syiah adalah begitu umum dikemukakan dalam berbagai kitab hadits mereka .Sehingga tidak mengherankan apabila beberapa pakar orientalis sangat senang mengutip pendapat mereka (Syiah) sekalipun hanya tuduhan belaka .
Terutama sekali bahwa contoh lainnya seperti Mushaf ‘Ubay bin Ka’ab sangat mencengangkan bahwa menurut Asy Syaukani telah dengan berani menyetujui bagian tertentu dari mushaf sebelumnya dan menambahkan bagian dari Surah Al Khal dan Hafdh .Sebagaimana diketahui bahwa terdapat pengakuan tersendiri bahwa kedua Surah tersebut pada awalnya disangka merupakan bagian dari Al Quran akan tetapi para sahabat telah memberitahui bahwa kedua surah itu bukan Quran .Akan tetapi perlu dimengerti bahwa seandainya pun benar bahwa manuskrip yang disandarkan kepada ‘Ubay bin Ka’ab ini merupakan milik beliau maka hal itu hanya sebatas untuk kepemilikannya dan tidak sama sekali dipakai bagi kaum muslimin .Namun perlu diketahui bahwa mushaf ‘Ubay sebenarnya juga Surah Al Fatihah ini sebenarnya pada hakikatnya merupakan sebuah versi dari Al Fihrist .
Sebenrnya para orientalis sangat tidak menyukai tindakan dari ‘Utsman yang dengan serta merta membakar mushaf dan kepingan dari ayat Al Quran lainnya .Perlu dipahami dalam hal ini bahwa para sahabat telah mengakui dan menyetujuinya sebagaimana perkataan ‘Ali bin Abi Thalib dengan begitu berani bahwa ,”Demi Allah dia tidak melaksanakan apa pun terhadap kepingan (mushaf) selain melalui persetujuan kami.” Sebagaimana diketahui dalam hal ini bahwa tidak terdapat indikasi yang jelas bahwa apakah seluruh mushaf itu dibakar atau pun hanya dirobek atau dibuang .Akan tetapi perlu dipahami bahwa beberapa riwayat menyebutkan mereka hanya menghilangkan atau pun menghapus versi dari manuskrip .
Selanjutnya bahwa tuduhan mengenai kedudukan apa yang disebut sebagai mushaf Hafas .Sebagaimana yang telah kami tegaskan bahwa apa yang disebut Mushaf ini sama sekali khayalan dan tidak terdapat keterangan dari para ahli bahwa manuskrip .Bahkan dalam hal ini kita memperoleh sebuah riwayat yang menyebutkan dari Ibn Shabba bahwa ‘Utsman telah meminta kepada Hafsah untuk mengirimkan kepadanya ‘suhuf’ dan setelah dipergunakan oleh tim penyusun yang dipimpin oleh Zaid dan beberapa sahabat suhuf tersebut diserahkan .Sehingga tidak terdapat alasan apa pun untuk mengajukan pendapat bahwa mushaf ini merupakan jenis tersendiri yang berbeda dengan yang terdapat dalam versi yang diakui .Sehingga dengan penuh kejelasan bahwa Hafsah tidak mempunyai mushaf dalam bentuk apa pun .Selanjutnya bahwa kemungkinan mushaf yang dikatakan telah dihancurkan di masa Khilafah Marwan bin Hakam dengan jelas menunjukkan bahwa mushaf tersebut merupakan pseudonym dan dapat menjadi sebuah pertikaian dan pertentangan seandainya tidak diselesaikan dengan cepat .Selanjutnya bahwa apa yang dikatakan teradapat perbedaan dan ketidaksetujuan para sahabat mengenai versi mushaf yang dipergunakan tiada lain merupakan sebuah penyimpangan yang luar biasa atas sejumlah fakta yang justru memperlihatkan para sahabat dengan tegas mengakui dan juga mendasarkan catatan dalam mushaf mereka dan memperbandingkannya .Akan tetapi dihasilkannya beragam maca qiraah tidak sepenuhnya diakibatkan oleh perbedaan versi dan jenis dari manuskrip .Perlu dipahami bahwa terdapat berbagai macam qiraah akan tetapi hanya sekitar sepuluh saja yang diakui yaitu sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab An Nashar fil Qiraah Al ‘Asyarah dan ini merupakan qiraah utama . Akan tetapi beberapa versi bacaan ini dikalangan beberapa ulama segaja dikumpulkan dalam kitab – kitab khusus seperti Al Masahif hanya untuk memperlihatkan syumul Quran dan bagaimana sistem dari dirasah Ulum Ar Ruwayah wal Qiraah dapat menyelesaikan sejumlah permsalahan dengan menguji keshahihan setiap qiraah .Selanjutnya bahwa penyebaran berbagai variasi mushaf ini disebabkan oleh tidak terdapatnya pemberian tanda baca .Perlu dipahami dalam hal ini bahwa cara pembacaan (qiraah) itu semata – mata didasarkan pada riwayat yang shahih .Ada pun mengenai tuduhan bahwa tidak terdapatnya tanda baca mengharuskan setiap orang memilih Qiraat tertentu di luar yang telah resmi merupakan sebuah kesalahan besar .Sebagaimana yang diriwayatkan bahwa ‘Utsman telah mengirmkan untuk setiap kota para pengajar dengan berpedoman dengan mushaf beliau .Hal ini dikemukakan dalam riwayat dari ‘Abdul Fattah Al qadi :
Setiap ilmuwan (‘ulama’) ini membacakan kepada masyarakat kota masing-masing menurut tata cara seperti apa yang mereka pelajari secara autentik, bermacam-macam riwayat sampai ke Nabi Muhammad , sehingga riwayat-riwayat yang ada satu dengan lainnya sama dan sesuai dengan kerangka konsonan Mushaf. Cara bacaan yang sampai hanya melalui satu jalur (atau mencakup ayat-ayat yang telah dimansukh sewaktu Nabi Muhammad masih hidup) kesemuanya dihilangkan atau dikesampingkan. Pengiriman para pembaca dilengkapi dengan Mushaf berarti membatasi kemungkinan-kemungkinan bahwa yang sesuai dengan skrip konsonan (yang diakui) hanya terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan autentik dan mendapat pengukuhan atau pengakuan ... Pengiriman seorang ulama dengan sebuah Mushaf oleh karenanya, menerangkan bahwa bacaan yang betul adalah berdasarkan sistem belajar secara langsung dengan guru yang jalur transmisinya sampai ke Nabi Muhammad , tidak hanya tergantung kepada skrip atau ejaan yang umum dipakai.
Hal ini tentunya dapat mengurangi permasalahan dalam hal cara atau qiraah terhadap berbagai tempat yang belum memahami cara membacakannya .Akan tetapi perlu diketahui tuduhan bahwa terdapat qiraah yang tidak resmi mengajar telah menyalurkan berbagai varian bacaan .Perlu dipahami bahwa tim pengajar yang telah resmi ini tidak sedikit pun pengaruhnya tersingkir hanya disebabkan oleh ragam bacaan berbeda .Selanjutnya apa yang dikatakan mengenai “iktiyar” merupakan kesalahan yang lebih parah lagi .Tidak ada satu pun petunjuk yang mengesahkan qiraah berdasarkan pada cara atau pun pendapat (ra’i) selain selayaknya mempunyai keshahihan .Selanjutnya saya akan membuktikan bahwa apa yang dituduhkan oleh Asy Syaukani tentang pemilihan dalam pembacaan quran yang ditujukan terhadap para Sahabat seperti Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud sama sekai tidak mempunyai validitas sedikit pun .
Berikut merupakan contoh yang menjadi sanggahan dan pengingkaran bahwa pembacaan tanpa menggunakan tanda diakritik semata didasarkan pada pemilihan atau asumsi belaka .Berikut beberapa contohnya :
(1) Contoh pertama dalam penggunaan diakritikal (kolom pertama mengenai variasi
bacaan dan kolom kedua referensi).
(2) Contoh kedua :
(3) Contoh ketiga :
Sebagaimana yang dipahami bahwa Ibn Mujahid telah melakukan pembatasan atau ikhtiyar yang menunjukkan pada usaha untuk memvaliditasi qiraah – qiraah tertentu .Sebanarnya perlu dipahami bahwa pembatasan tersebut semata – mata sebagaimana telah disebutkan semata – mata didasarkan pada keshahihan dan bukan pada pertimbangan apa pun .Sebagaimana kalau pun anda menukil semua riwayat dan menerapkan ilmu tajrih wat ta’dil dalm ‘ulum al hadits sedikit pun anda tidak akan memperoleh bukti bahwa apa yang dikerjakan oleh Ibn Mujahid sebagai sebuah tindakan yang dimotori oleh beberapa hal tertentu .Selain itu variasi bacaan yang telah dirumuskan oleh beliau juga didukung oleh para ‘ulama Salafush Shalih dan diakui mempunyai tingkatan yang sangat mutawatir .Hal ini sebagaimana yang diakui dala Al Fihrist sendiri bahwa ketujuh qiraah ini semata didasarkan pada penyelidikan yang cukup matang .
Slenjutnya tuduhan mengenai serangan yang dilakukan oleh Ibn Mujahid terhadap Ibn Sahnbuqh dan Ibn Miqsam sebab melanggar otograf mushaf ‘Utsman bersifat represif .Sebagaimana diketahui dalam kasus Ibn Shannabud telah menggunakan bacaan yang sangat lemah (syadz) dan bahkan dengan sengaja meremehkan mushaf ‘Utsman sebagai resensi yang disetujui .Bahkan dengan penuh keberanian melanggar ketentuan dari pembacaan qiraah tanpa mendasarkannya pada sebuah qiraah yang shahih .Sehingga dalam persidangan dia diminta bertaubat oleh para ulama Salafush Shalihin dan akhirnya mengakui mengenai kesalahannya .Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al Fihrist :
Telah tertera : dikatakan oleh Muhammad bin bin Ayyub : “Aku telah membaca huruf-huruf yang bertentangan dengan Mushaf `Uthmani yang telah dihimpun, dan yang qira'ahnya telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah saw, kemudian menjadi jelas bagiku bahwasanya itu adalah salah, dan aku bertaubat dari¬padanya, dan aku menarik balik, dan aku lepas daripada Allah yang nama-Nya agung, karena Mushaf ‘Uthmani adalah yang benar yang tidak dibolehkan bertentangan dengannya serta tidak boleh dibaca selain dengannya, dan diantara kitab-kitab¬nya, ada sebuah kitab yang Ibn Kathir bertentangan dengan Abu ‘Amru di dalamnya.”
Mengenai permasalahan dari Ibn Miqsam bahwa beliau telah membaca Al Quran dengan tidak mengikuti riwayat yang shahih dan memperbolehkan pilihan terhadap bacaan dalam mushaf ‘Utsmani sekalipun tanpa memperhatikan usuhul dari penggunaannya .Hal ini mengakibatkan dirinya segera dihadapkan di pengadilan dan qiraah yang dipergunakannya pun akhirnya dilarang disebabkan pelanggaran yang cukup berat .Selain itu beliau juga setelah mengetahui kekeliruannya segara bertaubat dari caranya tersebut .
Selanjutnya saya telah membuktikan dalam desertase tandingan ini bahwa bagian yang disebut sebagai qiraah seharusnya hanya ditentukan oleh keshahihan riwayat dan bukan pada penggunaan atau pun ikhtiyar .Selain itu bahwa penggunaan mushaf ‘Utsman di kalangan Ahlus Sunnah merupakan sebuah bentuk persetujuan sejak langkah pengumpulan di masa ‘Utsman dan bagaimana di Masa Al Hajjaj diperiksa (resensi dan ta’liq) .Tidak sedikit pun alasan yang pasti untuk meragukan otensitas dari qiraah tujuh yang penentuannya hingga saat ini telah diakui oleh para ulama dari berbagai mazhab sekalipun di antara mereka ada perbedaan pendapat dengan menambah qiraah – qiraah terntentu yang dianggap mempunyai keshahihan .Selain itu tuduhan Asy Syaukani baik secara teologis mau pun doktrinal dan teknis dalam penulisan dan pengumpulan QUran semata – mata memunyai segala kelemahan dalam berbagai aspeknya dan tidak mempunyai landasan juruprudensi .Mengherankan sekali bagaimana tokoh cendikiawan ini sedikit pun tidak memberikan respektifitas terhadap para Sahabat dan juga para pengikut mereka yang telah dengan gigih memelihara Quran dalam kehidupan mereka .Bahkan banyak kalangan seperti Nashr Hamid ,Faraq Faouda ,Aminah dengan sengaja menuduh berbagai kekejian yang mengerikan terhadap para leluhur kaum muslimin .Bahkan dalam banyak hal Montgomerry W. dan Karen telah memberikan semacam teguran kepada para orientalis disebabkan oleh desertase mereka yang tidak mempunyai objektifitas dan hanya memperhatikan berbagai aspek yang umumnya asumsi .Selain itu jelas bahwa dalam juruprudensi dan aspek teolog bahwa Quran merupakan kalam Allah sepenuhnya dalam setiap bagian .Bahkan beberapa ulama seperti Ibn Baqillani mengecam setiap pengingkaran terhadap bagian tertentu dari Quran sebagai sebuah bentuk kekufuran .Sehingga dengan demikian apa pun yang dikatakan oleh pendapatnya bahwa Quran merupakan proses historis ini sama sekali tidak dapat dibenarkan sedikit pun dan sebagaimana telah kita pahami bahwa Quran telah bertahan dalam sebuah macam mushaf yang dirujukan oleh kaum muslimin dengan qiraah – qiraah yang shahih .Perbedaan cara membaca memang berkaitan dengan aspek kultural dan khasanah orthografi .Namun hal ini tidak boleh dipahami telah merusak otensitas quran dalam aspek apa pun .Malahan justru dalam banyak hal QUran telah terselamatkan dengan berbagai alternatif Qiraah .Bahkan dalam banyak hal seandainya seluruh qiraah yang secara shahih dipahami dan diselidiki tidak terdapat sebuah keganjilan dalam bentuk apa pun di dalamnya dan ini membuktikan secara gamblang keabsahannya .Bahkan dalam banyak hal membiarkan teks QUran diotak – atik semaunya sebagaimana yang telah diuraikan oleh para pakar dari kalangan manthiqi hanya akan menghilangkan seluruh keutamaan dan keunggulan Quran dan jstru merupakan sebuah langkah yang bersifat mengacaukan .
INDIPENDENSI QURAN
Selanjutnya kita akan membahas mengenai penggunaan dari manuskrip Shan’a yang oleh beberapa pakar dianggap sebagai bahan yang sangat menarik .Perlu dipahami bahwa manuskrip Shan’a berasal dari periode kedua dan ditulis dalam skrip Hijazi dan pembagian surah .Selanjutnya bahwa Qadi Ismail Al Akwa telah memerintahkan Puin untuk menelitinya .
Menurut Puin bahwa manuskrip Shan’a ini merupakan manuskrip QUran tertua dari periode kedua merupakan sebuah kesalahan yang besar .Perlu dipahami bahwa terdapat manuskrip dari periode pertama Hijriah yang cukup membludak banyaknya seperti manuskrip Ms.Or.2165 ,QUran ‘Umayyah ,M1527 ,QUR-1-TSR dan masih banyak lainnya yang tidak mungkin dapat disebutkan dalam kesempatan ini .Selain itu juga akhir – akhir ini kita memperoleh sebuah petnjuk dari Dome of Rock yang memperlihatkan bagian dari sejumlah ayat Quran dari periode ‘Umayah .Selanjutnya bahwa tuduhan mengenai bagian teks yang secara desain grafis tidak wajar disebabkan oleh adanya perubahan grafis dan penghapusan teks .Perlu diketahui bahwa pendapatnya tentang “perubahan tekstual” cukup mencengangkan bahwa pendapat yang dipakainya merupakan pemikiran Arthur Jeffry yang mengungkapkan terjadinya perubahan tekstual hanya disebabkan penggunaan skrip (khattah) dari Qufi kepada Hijzai dan kemudian menggunakan khat yang digunakan secara umum .Pendapat ini tidak perlu dibahas dan cukup mencengangkan bagaimana perubahan skrip Quran dapat merubah bentuk daripada Quran dan tentunya ini hanya lelucon belaka .Berikutnya bahwa terdapat tuduhan yang mengatakan telah terjadinya penghapusan tulisan pada mushaf dengan digantikan dengan teks lainnya ini terjadi pada parkamen Shan’a yang diteliti oleh Mingina .Perlu diketahui dalam masalah ini bahwa sebenarnya bahwa palimplest yang dipergunakan telah dihapus dari ayat QUran dan dibuat kembali oleh seorang Kristen Arab .Selain itu Mingana sendiri telah menyemprotnya dengan mempergunakan sinar infra merah untuk melihat perbedaan .Selain itu dia dengan berani telah merubah beberapa variasi ayat untuk menunjukkan pada kejanggalan .
Selanjutnya bahwa Puin sendiri dengan gamblang mengatakan bahwa disebabkan manuskrip Shan’a tidak memliki tanda diakritik maka menurutnya Al telah memasukkan sekitar seribu alif ke dalamnya .Perlu dipahami dalam hal ini bahwa Al Hajjaj sebagaimana yang dilaporkan oleh Al Himmani telah mengumpulkan sejumlah huffazh untuk melaksanakan penghitungan terhadap manuskrip Al Quran dan hasilnya bahwa terdapat sekitar 304.750 macam huruf dan ini diakui oleh semuanya .Selanjutnya penyelidikan dengan mempergunakan komputer kita memperoleh 332.795 yang membuktikan kedekatan jumlah (perbedaan disebabkan Al Hajjaj tidak memperhitungkan tasydid) dan bahwa beliau bahkan menguji letak huruf – huruf tertentu seperti huruf fa dalam Surah 18 ayat 19 .Hal ini menunjukkakn ketelitian yang begitu tinggi terhadap penelitian manuskrip dan ini pun disaksiakan oleh orang ramai .Tentunya tuduhan Puin dalam hal ini akan menjadi begitu lemah dan mudah untuk diingkari .
Selanjutnya menurut Puin kata Quran berasal dari bahasa Aram Qarriyun dan ini berarti bahwa terdapat sumber – sumber di luar Islam yang telah dimasukkan ke dalam Quran .Sebenarnya pendapat Puin lemah dari beberapa segi dan yang pertama bahwa kata Qere’ (membaca) merupakan kata yang umum dalam dialek semit baik terdapat dalam bahasa Ibrani ,Aram mau pun Arab .Kedua bagaimana pun bahasa Aram dan Ibrani tidak terdiri dari tanda diakritik atau pun vowel dan mereka sepenuhnya meminjam jasa dari kaum muslimin dalam membubuhkan tanda diakritikalnya .Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh kesimpulan berikut .
Mengasumsikan suatu waktu di sekitar tahun 700 M. sebagai satu-satunya yang memungkinkan bisa diterima akal. Dia yakin bahwa penciptaan tanda-tanda vowel dan aksen pada dasarnya telah dipengaruhi oleh penaklukan-penaklukan Islam yang dikhawatirkan akan mengancam lenyapnya tradisi pembacaan liturgis yang tepat.
Berikutnya bahwa kata – kata asing atau gharib tersebut memang pada hakikatnya telah dikenal oleh masyarakat Arab akan tetapi ketika kedatagan Islam seluruh kata – kta ini memperoleh perubahan makna sesuai dengan yang diharuskan dalam pemikiran agama Islam .Sebagai contoh dalam agama Yudeo Kristen yang disebut institusi Pembabtisan (sab’in ,sibghah) dan sebagainya merupakan ritual membasuh seseorang dengan air .Akan tetapi dalam Islam merupakan sebuah tanda keagamaan yang diberikan oleh Allah kepada kaum muslimin (Qs.28:19) hal ini dengan jelas bahwa tidak terdapatnya sedikit pun penjimplakan atau pun pengambilan dari sumber lainnya .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar