Halaman

Jumat, 31 Desember 2010

Kesesatan Sekte

Sebagaimana diketahui bahwa sebagian kalangan mutakallimin menyangka bahwa Syaikh Manusr Al Maturidi As Samarqandi merupakan seorang ahli kalam dan juga munazaroh Al Adyan .Namun pendapat ini sebenarnya tidak benar sama sekali .Kalangan yang berpendapat demikian bersikukuh dengan melihat aliran Samarqandiyah yang memang telah menyimpang jauh dari kebenaran akan tetapi tidak pernah melihat secara khusus dengan aliran Bukhara yang dengan jelas menunjukkan kesamaan dengan pemikiran Ahlus Sunnah .

Bahkan dalam berbagai hal pemikiran akidah Ahlus Sunnah yang dianut oleh mansur Al Maturidi mengikuti ajaran dan paham Imam Hanifah yang dikumpulkan dalam kitab Fiqih Al Qubra yang beliau sendiri telah mengomentarinya dengan baik .Sehingga tidaklah mengherankan apabila pemikiran Imam Maturidiyah yang sebenarnya pasti tidak akan menyelisihi dan berseteru dengan pemahaman dari para ulama Ahlus Sunnah dan para pejuang .

Mansur Al Maturidi : Ta'shir Raudhatun Najah

Beliau dinamakan Abu Mansur Muhammmad bin Muhammad bin Mahmud bin Muhammad Al Maturidi as Samarqandi al Hanafi 'Al Mutakallim' .

Berdasarkan sejumlah riwayat bahwa Imam Al Maturidi dilahirkan tahun 238 H .Pendapat ini didukung oleh manuskrip yang dikompilasikan oleh Muhammad bin Ar Raziy Al Muqatil dan Nusayr bin Yahya .

Namun mengenai kewafatannya terdapat beberapa penjelasan bahwa menurut Syaikh Syamsuddin dia meninggal tahun 332 H akan tetapi oleh ulama Maturidiyah sendiri semisal Tas Kubra Za'ad menyebutkan tanggalnya secara bervariasi namun tidak mempunyai kecukupan penjelasan disebabkan oleh pertikaian dan perseteruan antara beberapa pihak hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh para pakar dari kalangan Maturidi sendiri yang mengakui bahwa penanggalan tersebut tidak sesuai dengan beberapa informasi yang jelas .

Risalah Al Manqibul Akhyar

Sekalipun demikian yang cukup mengherankan dan membuat manusia menjadi tebelalak mata bahwa orang ini tidak disebutkan dalam manuskrip apa yang menjelaskan mengenai tarikh ,paham mutakalimi ,pertikaian juruprudensi Mazhab fiqih dan sebagainya seperti dalam kitab SIyar A'lam An Nubala' dari Adz Dzahabi ,Wafayatul A'yan ,Tabaqat Al Qubra ,Al Ansab ,Tarikh AL Qubra ,Al Fihrist dan bahkan dalam buku - buku yang bernuansa muljam dan Manaqiyah .Namun demikian Ibn Taimiyah hanya menyebutkan mengenai penyimpangannya akan tetapi
sedikit pun tidak mempunyai informasi mengenai ceritanya .Namun yang lebih mengacaukan lagi para penganut paham Maturidiyah sendiri tidak mempunyai sedikit pun bahan yang dapat digunakan secara menyeluruh untuk mengenali beliau .Sehingga hal ini juga terlihat dalam berbagai petunjuk mengenai umurnya misalnya saja ketika disebutkan beliau lahir tahun 238 dan meninggal tahun 332 H ,tentulah dia hidup selama lebih kurang tujuh puluh lima tahun dan hal ini juga dikacaukan bahwa beliau memperlajari ilmu mutakalam pada tahun (248) .

Pengakuan 'Ali Abdul Fatha

Perlu diketahui bahwa apa yang disebutkan dalam permasalahan ini bukanlah berasal dari pendapat para Salafush SHalih namun merupakan sebuah pemahaman yang juga didukung oleh para mantan pengikut Mutakalam .Salah satunya yang mampu memberikan ketegasan dalam hal ini bahwa mengenai beliau terdapat rujukan dalam kitab at Tabshir ,namun sebagaimana diketahui dalam hal ini tidak diperoleh rujukan yang pasti dan tepat mengenai beliau dan hal ini ditamah oleh semerautnya para murid-muridnya yang terdiri dari kalangan mutawafsufiyah dan fuqaha dan tidak seorang pun memahami mengenai sistem oral dalam meriwayatkan sebuah sanad (riwayat) sehingga banyak di antara mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan alasan dan pendapat mengenai beliau yang didasarkan kepada sumber otentik .

Meresensi Mengenai Sejumlah Kitab dan Risalah Beliau

Sebagaimana diketahui bahwa beliau mempunyai sejumlah kitab dan juga manuskrip yang menjelaskan mengenai permasalahan kalam (mantiq) dan fiqih Al Mazahib Al Hanifiyah yang dengan tepat mengabarkan menganai doktrin beliau .

1.Kitabut Tauhid ,1979, diedit dan diterbitkan pada oleh perpustakaan Maturidi Turki .
2. Al Maqalat .
3.Radd Awa'ilul 'Adillah.
4.Raddul Tahdzib Al Judul.
5.Raddul Wa'ieq Al Wusaq.
6.Raddul Ushulul Khamsa.
7.Bayan Waham Al Mu'tazilah.
8.Badur Imamah lil Al Badrul Rawatib.
9.Ar Raddul 'ala Ushulil Mazahib Al Qaramatiyah.
10.Ar Raddul 'ala furuqil Mazahib Qaramatiyah.
11.Ta'wilat Ahlus Sunnah.
12.Asy'syara'i
13.Al Jundal

Namun sangat dikhawatirkan dan perlu untuk diselidiki bahwa beberapa kitab yang dikatakan merupakan bahaya besar bahwa sebagian besar kitab - kitab tersebut telah menghilang dan hanya tersisa sejumlah buku saja semisal kitab At Tauhid ,Al Maqalat dan At Ta'wil As Sunnah .Namun yang menjadi permasalahan bahwa sejumlah buku mengalami berbagai perdebatan dan pembahasan mengenai keasliannya .Sebagaimana diketahui bahwa kitab beliau mengenai Ta'wil merupakan bagian pemikiran kaum Jahmiyah dan para mutakalam yang mencantumkan berbagai pemahaman yang menyimpang tentang tauhid Rububiyah dan pengingkaran terhadap tauhid 'ubiudiyah dan hal ini memperlihatkan bahwa kitab tersebut berasal dari daerah Samarqand atau pun daerah Khurasan dan Asfahan .Selain itu kita juga dapat menyebutkan dalam kitab At Tauhid terdapat berbagai penyelewengan akan tetapi tetap saja akidah dan pemahaman kaum Salafush SHalih dari pendahulu Ahlus Sunnah dapat diketahui hal ini disebabkan tampaknya bahwa kitab tersebut merupakan kumpulan yang diubah dari kitab Tauhid Al Jauzaniyah dan para ulama Ahlus Sunnah lainnya termasuk apa yang terdapat dalam kitab Fiqhul Akbar .Perlu diketahui dalam hal bahwa terdapat syarah dari kitab fuqhul Akbar yang berasal darinya .Hal ini memperlihatkan sebuah permasalahan yang cukup kacau untuk mengetahui menganai ajaran dan paham beliau yang sebenarnya apakah beliau menganut paham Ahlus Sunnah yang diberikan kerahmatan ataukah pemikiran golongan yang menyeleweng dari agama Allah .

Aqidah Al Maturidi

Berikut akan saya petikkan beberapa akidah yang disebutkan Imam Maturidi dalam kitab At Tauhid yang memperlihatkan beberapa permasalahan yang cocok dengan pemikiran Ahlus Sunnah da tidak terlalu menyimpang dan kemungkinan pemikiran inilah yang sesungguhnya telah beliau geluti .Sebagaimana diketahui bahwa para pakar yang telah beliau memperoleh keilmuan darinya berasal dari kalangan Hanifiyah dan penganut paham Salaf sedangkan dalam kitab Fiqhul Kubra sebagaimana yang dikabarkan menganut pemahaman tersebut dan demikian pula dalam kitab yang disyarah oleh beliau tentunya harus mengikuti akidah ini .


Manhaj dalam penulisan kitab At Tauhid diuraikan merupakan ,

المنهج الذي اختاره الماتريدي، وأرسى قواعده، وأوضحبراهينه، هو المنهج الموروث من أبي حنيفة (م 150 ه) فيالعقائد، والكلام، والفقه ومبادئه، والتاريخ يحدّثنا عن كونأبي حنيفة صاحب حلقة في الكلام.

Manhaj yang dipilih oleh Maturidiyah ,yang dipegang sebagai kaidah ,yang mempunyai alasan yang jelas ,yang diterima dari Abu Hanifah dalam 'aqaid dan kalam dan fiqih yang aktual ,tarikh yang diriwayatkan dari kalangan Ahli Kalam .

Perlu dipertegas dalam permasalahan tersebut bahwa manhaj dan akidah Imam Abu Hanifah rahmllah adalah Salafush Shalih dan beliau juga memang pernah mengikuti paham Mutakalam dan ahli dalam masalah tersebut akan tetapi segera beliau meninggalkan dan menjauhi setalah mengetahui mengenai bahayanya dan hal ini telah diketahui oleh berbagai kalangan yang mempelajari manqib beliau .

Sebagaimana mengenai pendapat beliau dalam hal akidah dijelaskan dalam beberapa bahan berikut ini yang dengan jelas menunjukkan beliau seorang Ahlus Sunnah.

(1) Tidak dibenarkan seseorang menyeru kepada Allah kecuali dengan diriNya sendiri.Terlebih dengan menyerukan :"Dengan kemuliaan takhtaMu yang kudus atau pun dengan keberkatan hambamu." (Fiqih Al Absath pp.56)

فما ذكره الله تعلى في القرآن من ذكر الوجه واليد والنفس فهو له صفات بلاكيف.
ولا يقال: إن يده قدرتة أو نعمته, لأن فيه إبطال الصفة.
وهو قول أهل القدر والاعتزال ولكن يده صفته بلا كيف. وغضبه ورضاه صفتان من صفاته تعلى بلا كيف.

Dan apa yang disebut oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an daripada sebutan Wajah dan Tangan dan “Diri”, maka ia adalah sifat-sifat bagi-Nya tanpa mempersoalkan bentuk, ciri-ciri dan tatacara (kaifiat). Dan tidak boleh dikatakan bahawa Tangan-Nya adalah kuasa-Nya (Kudrat) atau nikmat-Nya kerana padanya terdapat pembatalan sifat. Ini adalah pendapat al-Qadariyyah dan al-Muktazilah. Akan tetapi Tangan-Nya adalah sifat-Nya tanpa mempersoalkan bentuk, ciri-ciri dan tatacara (kaifiat). Dan Marah-Nya dan Redha-Nya adalah dua sifat daripada sifat-sifatnya tanpa mempersoalkan bentuk, ciri-ciri dan tatacara (kaifiat).

(2) Allah mempunyai sebuah tangan dan sebuah wajah dan sebuah esensi (dzat) sebagaimana yang telah disebutkannya dalam Quran dan seluruh atribut ini tidak boleh disertai dengan pengingkaran .Sehingga tidak diperbolehkan mengatakan tanganNya adalah kekuatanNya atau kenikmatan ,sebab hal tersebut merupakan negasi terhadap atribut Allah ,demikianlah pendaat Ahlul Qadar ,Al I'tizal .(Al Fiqhul Akbar pp.302)

(3)Beliau juga menyebutkan ,"dan atributnya tidaklah sebagaimana atribut hamba dan pengetahuannya tidaklah sebagaimana pengetahuan manusia ,kekuatannya tidaklah sebagaimana kekuatan manusia ,peglihatannya tidaklah sebagaimana penglihatan manusia ,pendengarannya tidaklah sebagaimana pendengaran manusia dan pembicaraannya tidaklah sebagaimana pembicaraan manusia."(Fiqhul Al Akhbar pp.302)

(4)Barangsiapa menyebutkan ;"Aku tidak mengetahui apakah Rabbku terdapat di langit atau di dunia ."maka dia telah kufur sebagaimana pula orang yang menyebut :"Aku tidak mengetahui apakah takhta Rabbku terdapat di langit atau di dunia."(Fiqhul Akhbar pp.40)

(5)Beliau juga mengatakan ,"Dia mampu untuk intiqam dan bersenag - senang ,sehingga tidak dapat disebut Intiqam bermakna hukuman dan kegirangan sebagai nikmat."(Fiqih Absat pp.56)

Selain itu para 'ulama yang juga memberikan pemikiran yang sejalan dengan Imam Hanifah memberikan pembenaran dan persetujuan atas sejumlah pendapatnya sebagaimana yang dapat dilihat berikut ini.

(1) Imam Auza'i

كنا والتابعون متوافرون نقول: إن الله تعالى ذكره فوق عرشه, ونؤمن بما وردت السنة به من صفاته جل و علا.

Adalah kami dan generasi tabi‘in seluruhnya bersepakat berkata: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menyebut diri-Nya berada Di Atas ‘Arasy-Nya, dan kami beriman dengan apa yang datang dari al-Sunnah tentang sifat-sifat-Nya (yang Maha) Agung dan Tinggi.”(Aswa' Ash Shifat pp.515 ,Al Juyus Islamiyah pp.69)

(2) As Saibani


اتفق الفقهاء كلهم من المشرق إلى المغرب على الإيمان بالقرآن والأحاديث التي جاء بها الثقات عن رسول الله صلى الله عليه وسلم في صفة الرب عز وجل من غير تغيير ولا وصف ولا تشبيه فمن فسر اليوم شيئا من ذلك فقد خرج مما كان عليه النبي صلى الله عليه وسلم وفارق الجماعة فإنهم لم يصفوا ولم يفسروا ولكن أفتوا بما في الكتاب والسنة ثم سكتوا.

Bersepakat para ahli fiqh seluruhnya daripada Barat sehingga ke Timur atas (kewajipan) beriman kepada al-Qur’an dan al-Hadis yang berasal (daripada para perawi) yang terpercaya daripada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam tentang Sifat-sifat Rabb (Allah) ‘Azza wa Jalla tanpa mengubahnya dan tanpa menjelaskan (ciri-cirinya) dan tanpa menyerupakannya.

Barangsiapa di satu masa menafsirkan sesuatu daripada yang sedemikian maka sungguh telah terkeluar dia daripada apa yang berada di atasnya (agama) Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam dan berpecah dia daripada al-Jama‘ah.

Kerana sesungguhnya mereka (para ahli fiqh dari Barat sehingga ke Timur) tidak menjelaskan ciri-ciri dan tidak menafsirkan akan tetapi mereka berfatwa sebagaimana apa yang ada dalam al-Kitab dan al-Sunnah kemudian mendiamkannya.(Syarah Usul I’tiqad Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, jld. 3, ms. 432, no: 740)

(3) Abu 'Isa At Tirimizi


وقد قال غير واحد من أهل العلم في هذا الحديث وما يشبه هذا من الروايات من الصفات ونزول الرب تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا. قالوا قد تثبت الروايات في هذا ويؤمن بها ولا يتوهم ولا يقال كيف. هكذا روي عن مالك وسفيان بن عيينة وعبد الله بن المبارك أنهم قالوا في هذه الأحاديث: أمروها بلا كيف. وهكذا قول أهل العلم من أهل السنة والجماعة.

وأما الجهمية فأنكرت هذه الروايات وقالوا هذا تشبيه وقد ذكر الله عز وجل في غير موضع من كتابه اليد والسمع والبصر فتأولت الجهمية هذه الآيات ففسروها على غير ما فسر أهل العلم. وقالوا إن الله لم يخلق آدم بيده وقالوا إن معنى اليد ها هنا القوة.

وقال إسحاق بن إبراهيم إنما يكون التشبيه إذا قال يد كيد أو مثل يد أو سمع كسمع أو مثل سمع. فإذا قال سمع كسمع أو مثل سمع فهذا التشبيه. وأما إذا قال كما قال الله تعالى يد وسمع وبصر ولا يقول كيف ولا يقول مثل سمع ولا كسمع فهذا لا يكون تشبيها وهو كما قال الله تعالى في كتابه ((ليس كمثله شيء وهو السميع البصير)).

Dan sungguh telah berkata tidak seorang daripada Ahl Ilmu tentang hadis ini dan apa yang seumpamanya daripada riwayat-riwayat tentang al-Sifat dan (tentang) Penurunan Rabb (Allah) Tabaraka wa Ta’ala pada setiap malam ke langit dunia. Mereka berkata riwayat-riwayat seperti ini adalah benar (thabit) dan berimanlah kepada ia dan jangan dibayangkan (seperti apa) dan jangan ditanya bentuk, ciri-ciri dan tatacaranya (kaifiat). Inilah yang telah diriwayatkan daripada Malik (bin Anas) dan Sufyan bin ‘Uyaynah dan ‘Abdullah bin Mubarak, sesungguhnya mereka telah berkata tentang hadis-hadis seperti ini (yang berkaitan nas-nas al-Sifat): Terimalah ia (berimanlah kepadanya) tanpa mempersoalkan bentuk, ciri-ciri dan tatacara (kaifiat). Dan demikianlah juga pendapat Ahl Ilmu (para ulama’) Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah.

Manakala golongan al-Jahmiyyah mereka mengingkari riwayat-riwayat seperti ini (nas-nas al-Sifat) sambil berkata ini adalah tasybih (penyerupaan dengan makhluk). Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah menyebut hal ini tidak sekali dalam kitab-Nya (al-Qur’an) seperti Tangan dan Pendengaran dan Penglihatan akan tetapi golongan al-Jahmiyyah telah mentakwilkan ayat-ayat ini dan menafsirkannya kepada sesuatu yang berlainan daripada tafsiran Ahl Ilmu. Mereka (al-Jahmiyyah) berkata sesungguhnya Allah tidak mencipta (Nabi) Adam (‘alaihi salam) dengan Tangan-Nya. Mereka berkata maksud Tangan-Nya di sini adalah kekuatan-Nya.

Padahal berkata Ishaq bin Ibrahim[22]: “Sesungguhnya yang dianggap tasybih (penyerupaan dengan makhluk) hanyalah apabila seseorang berkata Tangan sepertimana tangan (makhluk) atau seumpama tangan (makhluk), Pendengaran sepertimana pendengaran (makhluk) atau seumpama pendengaran (makhluk). Justeru apabila seseorang berkata Pendengaran sepertimana pendengaran (makhluk) atau seumpama pendengaran (makhluk) maka barulah ia dianggap sebagai penyerupaan. Namun apabila seseorang berkata sebagaimana firman Allah Ta’ala di dalam kitab-Nya (al-Qur’an): Tangan dan Pendengaran dan Penglihatan tanpa dipersoalkan bentuk, ciri-ciri dan tatacaranya (kaifiat) dan tidak dikatakan seumpama pendengaran (makhluk) dan tidak juga dikatakan sepertimana pendengaran (makhluk) maka ini tidak dianggap sebagai penyerupaan. Malah ia adalah sepertimana firman Allah Ta’ala di dalam kitab-Nya (al-Qur’an): Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [al-Syura 42:11].(Sunan al-Tirmizi Jilid 3 pp.33)

(5) Ibn Hazam Al ANdalusia Rahmatullah.

ولا يحل لأحد أن يسمي الله عز وجل بغير ما سمىبه نفسه ولا أن يصفه بغير ما أخبر به تعالى عن نفسه.

Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk menggelar Allah ‘Azza wa Jalla selain daripada apa yang telah Dia menamakan diri-Nya dengannya (al-Asma’ al-Husna) dan tidak (dihalalkan) untuk menyifatkan-Nya selain daripada apa yang telah Dia khabarkan tentang diri-Nya.(al-Muhalla bi al-Athar jld. 1, ms. 49, masalah no: 54)

Terhadap hadis Penurunan Allah ke langit dunia:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَىَ كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَىَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا. حِينَ يَبْقَىَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الاَخِرُ، فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرُ لَهُ.

Tuhan kami (Allah) Tabaraka wa Ta’ala pada setiap malam turun ke langit dunia, yakni pada baki terakhir satu pertiga malam. Maka Allah berfirman: “Siapakah yang sedang berdoa kepada aku supaya dapat aku menjawabnya dan siapakah yang sedang meminta daripada aku supaya aku dapat mengabulkannya dan siapakah yang sedang meminta ampun daripada aku supaya dapat aku ampuni dia ?”

Berkata Ibn Hazm:

وأن الله تعالى يتنزل كل ليلة إلى سماء الدنيا، وهو فعل يفعله عز وجل ليس حركة ولا نقلة ... وحركة ولا نقلة من صفات المخلوقين، حاشى الله تعالى منها.
Dan sesungguhnya Allah Ta’ala Dia Turun pada setiap malam ke langit dunia dan ini adalah satu perbuatan yang dilakukan oleh (Allah) ‘Azza wa Jalla tanpa adanya gerakan mahupun perpindahan (dengan mengosongkan satu tempat kepada mengisi tempat yang lain)[26] … … … kerana gerakan dan perpindahan adalah dua sifat makhluk, Maha Suci Allah daripadanya (bersifat seperti makhluk).(al-Fasl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nihal (tahqiq: Ahmad Syams al-Din; Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut 1996), jld. 1, ms. 377)

Demikian pula Imam Al Maturidi juga tidak akan mungkin menyeleweng dan menentang pemahaman sejumlah pakar sebagaimana yang telah disebutkan dan beliau sendiri mengakui ajaran dan pemahaman mereka dalam Syarah Fiqhul Akbar yang dinisbahkan kepada beliau dan juga kepada para ulmama dalam aliran Hanafiah .Sebagaimana diketahui bahwa kalangan Hanafi sendiri terdiri dari berbagai golongan terutama dari Ahlul Hadits yang dipimpin oleh Abu Yusuf dan kalangan sekte Iraqiyah .Sekalipun demikian juga terdapat sejumlah golongan yang menganut ajaran sesat dari kalangan Qadiriyah dan Muktazilah dan juga Jahmiyah .Semua pemikiran yang menyimpang tersebutlah yang kemudian dipergunakan oleh kalangan yang menyimpang untuk menghasilkan sebuah pemikiran dan kelompok (firqah) yang mereka sandarkan kepada Imam Maturidi sementara beliau sendiri tidak mempunyai tanggung jawab atau kedekatan pemikiran apa pun dengan kelompok mereka bahkan hal ini dapat disaksikan dengan pertikaian antara kalangan Samarqandi (konservatif) dan kaum Ahlul Hadits Bukhara yang begitu keras dan dahsyat yang mengisyaratkan bahwa sebagaimana pula Imam Asy'ariyah rah. mereka telah menyelewengkan dan menggagas pemikiran lain yang menyimpang dari Imam Maturidi sedangkan sebagaimana telah disebutkan beliau sendiri berpegang teguh pada ajaran dan Mazhab Hanifiyah yang berada dalam Manhaj dan akidah Ahlus Sunnah yanng diberkati .Hal tersebut akan kita lihat dalam kitab - kitab beliau berikut ini.

Pendapat Imam Maturidiyah mengenai permasalahan Istiwa,

وقال الكعبي مرة لا يجوز أن يكون الله عز وجل يحويه مكان لما كان ولا مكان لم يجز أن
يحدث له حاجة إلى المكان إذ خلقه لما لا يجوز عليه التغير ثم قال هو في كل مكان على معنى أنه عالم به
حافظ له كما يقال فلان في بناء الدار أي في فعله

(At Tauhid pp.75)

Pendapat Imam Maturidi mengenai permasalahan Asma' Wash Shifat ,

قال أبو منصور رحمه الله القول في أسماء الله عز وجل عندنا على أقسام في مفهوم اللغة
قسم منها يرجع إلى تسميتنا له ﺑﻬا وهن أغيار لأن قولنا عليم غير قولنا قدير وعلى هذا المروى إن لله
تعالى كذا وكذا إسما وذلك نحو ما ذكر من خلق كذا وكذا رحمة لا أنه كان رحيما بتلك الرحمة
المخلوقة إذ لا يحتمل أن يكون في أول خلقه غير رحيم أو كان كذلك غير رحيم حتى خلق تلك
الرحمة وجعل واحدة بين خلقه ولكن بما كانت برحمته سميت به وكذلك اسم الجنة والمطر ونحوه وعلى
ذلك قيل في العبارات هي أمره وإنما كانت به لا أﻧﻬا هو ومثله يتكلم بعلمه وقدرته على إرادة معلومه
ومقدوره إذ ذلك سببه فمثله الأول ولا قوة إلا بالله

(At Tauhid pp.65)

Pendapat Imam Maturidi mengenai permasalahan Tauhid ,

وأصحاب الطبائع لم يوجبوا الطبائع لأنفسها تعمل حتى يكون من يجمع بينها ويفرق
وذلك أزلي عندهم
ومن منتحلي التوحيد المعتزلة يقولون بالأشياء في القدم واسم القدم يأخذ الأزل فمثله
الأشياء فيبطل على قولهم التوحيد على ما بينا من قول الدهرية في قدم العالم مع ما كان الله عندهم
غير خالق ولا رحمن ولا رحيم ثم صار كذلك يحدث الأشياء على ما قالت الثنوية من التباين بالذات
ثم الإمتزاج وعلى ما قال أصحاب الهيولي والطينة إنه كان واحدا على جهة ثم صار على تلك الحال
بما حدث من الحوادث لكن قول أولئك ألزم بحق العقل من قول المعتزلة إذ هم ألزموا التغير بحوادث
في الأصل وهؤلاء بحوادث في غيره ولا أحد يتغير في الشاهد عما عليه بما لا يحل به ولا قوة إلا بالله

(At Tauhid pp.120)

Pendapat Imam Maturidi mengenai Permasalahan Iman ,

وعلى هذا قول من يقول الإيمان معرفة إنما هو التصديق عند المعرفة هي التي تبعث عليه
فسمى ﺑﻬا نحو ما وصف الإيمان ﺑﻬبة الله ونعمته ورحمته ونحو ذلك بما يظفر به لا أنه في الحقيقة فعل الله
لكن لا يخلو حقيقته عن ذلك فنسب إليه فمثله أمر الإضافة إلى العلم والمعرفة وذلك أيضا كما سمى
كل خطيئة المؤمن جهالة وكل مآثم الكافر نسيانا وكذلك المؤمن بما كان على الجهالة تعظيم ما يحل به
أو النسيان أو بما كان كل منسى متروك فسمى به لا أنه اسم حقيقته والله الموفق
وعلى ذلك جائز القول بالإيمان بجميع الرسل على غير القول بمعرفة جميع الرسل
بالقلوب وعلى ذلك قوله من كفر بالله من بعد إيمانه إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان لو لم يكن في
القلب إلا المعرفة لكان لا يزيلها الكفر ولا يفيد الشرط في ذلك وقد يختار المرء لدفع الإكراه غير
الذي هو

(At Tauhid pp.380)

Pendapat Imam Maturidi mengenai permasalahan Istitha'ah ,

قال الشيخ رحمه الله الأصل عندنا في المسمى باسم القدرة أﻧﻬا على قسمين أحدهما سلامة
الأسباب وصحة الآلات وهي تتقدم الأفعال وحقيقتها ليست بمجعولة للأفعال وإن كانت الأفعال لا
تقوم إلا ﺑﻬا لكنها نعم من الله أكرم ﺑﻬا من شاء ثم يستأديهم شكرها عند احتمالهم درك النعم وبلوغ
عقولهم الوقوف عليها إذ ذلك حق القول في العقول وهو القيام بشكر المنعم ومعرفة حقيقة النعم
والنهى عن كفران المنعم والجهل بحقيقة النعم ولولا ذلك لم يحتمل أحد الأمر والنهى ابتداء بلا سبق
ما في العقل لزوم شكره وإتقاء كفرانه ولا قوة إلا بالله

(At Tauhid pp.256)

Sumber

Al Milal Wan Nihal ,Asy Syahrastani
Al Milal Al Ahwa Wan Nihal ,Ibn Hazam
The Maturidi Creed Vol.1 ,Syams As Salafi Al Afghani
Maqalat Al Islamiyin ,Asy'ari
Kitabut Tauhid ,Al Maturidi
Ar Risalah ,Ibn Qayim

كنا والتابعون متوافرون نقول: إن الله تعالى ذكره فوق عرشه, ونؤمن بما وردت السنة به من صفاته جل و علا.

Adalah kami dan generasi tabi‘in seluruhnya bersepakat berkata: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menyebut diri-Nya berada Di Atas ‘Arasy-Nya, dan kami beriman dengan apa yang datang dari al-Sunnah tentang sifat-sifat-Nya (yang Maha) Agung dan Tinggi.”[18]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar